Perempuan dan Ramadan

20 February 2017 Senny Suzanna Alwasilah Dibaca 318

Perempuan dan Ramadan

Oleh: Senny Suzanna Alwasilah

Dekan Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Unpas

Ketua Assosiasi Perempuan Penulis se-ASEAN

 

Puasa di bulan suci Ramadan adalah ibadah yang wajib hukumnya bagi kaum Muslimin. Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, namun hakikat yang paling penting adalah pada keberhasilan menjaga diri dari hawa nafsu, hasrat seksual, amarah, dan gibbah.  Manifestasi ibadah puasa adalah meraih kemuliaan dan kesempurnaan. Pada bulan Ramadan peluang untuk meningkatkan ketakwaan dan  meraih pahala serta ampunan dari Rabb penguasa langit dan bumi terbuka lebar untuk seluruh umat manusia baik laki-laki maupun perempuan.

 

Persoalan mendasar atas eksistensi kaum perempuan dalam menjalankan ibadah puasa menjadi bahan perenungan karena perempuan tidak bisa seutuhnya menjalankan ibadah ini sebagaimana halnya laki-laki. Haid, hamil, dan melahirkan adalah kendala yang dihadapi sehingga perempuan tidak bisa menyempurnakan ibadah puasanya.  Namun dibalik ketidaksempurnaan ibadah itu ada hikmah yang terkandung yakni Allah telah memuliakan kaum perempuan dengan diberi hak istimewa untuk melangsungkan peradaban manusia. Haid, hamil, melahirkan, dan menyusui adalah kodrat biologis yang tidak akan pernah dimiliki laki-laki.

 

Kaum perempuan tidak harus merenungi nasib. Islam datang bukan untuk menyengsarakan tapi mengangkat derajat dan memuliakan perempuan dari peradaban yang merendahkan   dan menghinakan. Prinsip ajaran Islam adalah persamaan hak antar manusia, baik laki-laki maupun  perempuan. Haram hukumnya menganiaya dan memperbudak perempuan, dan pelakunya diancam dengan siksaan yang pedih. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan berasal dari satu jenis yang sama dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan keturunan. Perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan pria, yaitu sebagai hamba Allah. Di hadapan Allah, yang membedakan manusia satu dengan yang lain adalah ketaqwaannya. Islam membedakan peran perempuan dengan laki-laki sesuai dengan  kodratnya.  Laki-laki adalah pemimpin keluarga dan perempuan bertugas mengatur kehidupan dan kelangsungan rumah tangga.  Keduanya mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih kemuliaan. Maka ketika haid datang di bulan Ramadan, tidak perlu disesali karena perkara ini telah ditetapkan atas perempuan.

 

Turunnya surat Al-Ahzab ayat 35 yang mengisyaratkan kedudukan berimbang antara laki-laki dan perempuan, telah menjawab kegelisahan, bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam usaha mencapai derajat mulia di hadapan Illahi Rabbi. seperti termaktub dalam Al–Qur’an sebagai berikut,  “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Puasanya kaum perempuan mempunyai hikmah yang luar biasa. Dengan berpuasa hormon prolaktin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary akan mengalami penurunan, artinya memberi peluang kepada perempuan yang mengalami infertilitas atau kemandulan akibat peningkatan hormon proktalin untuk memiliki kondisi rahim yang subur selama berpuasa.  Berpuasa bisa menjadi terapi diet yang sehat untuk perempuan yang mengalami obesitas karena puasa membersihkan usus-usus dari endapan sisa makanan dan kelebihan lemak terutama di bagian perut. Puasa dapat mencegah penyakit yang timbul karena pola makan yang berlebihan (overnutrisi). Kelebihan gizi mengakibatkan kegemukan yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti kolesterol, trigliserida tinggi, jantung koroner, diabetes, dan penyakit lainnya.

Lalu bagaimana perempuan menyempurnakan ibadahnya pada bulan Ramdhan yang mulia ini?  Walaupun tidak berpuasa, perempuan tetap mempunyai kewajiban untuk beribadah dalam bentuk yang lain. Menyediakan tajil dan makanan bagi orang yang akan berbuka puasa, bangun dini hari untuk menyiapkan  makan sahur termasuk juga berbelanja dan berdesak-desakan di pasar yang becek, membersihkan dapur, mencuci piring bekas makan  adalah cara mendapatkan pahala layaknya orang yang berpuasa.

Tidak berpuasa bukan berarti tidak boleh berdoa. Berdzikir baik dilaksanakan sebagai tambahan amalan. Mengingatkan dan mengajak orang berbuat kebaikan adalah juga ibadah. Tadarus dan mengkaji Al Qur’an minimal satu juz setiap hari sangat dianjurkan. Dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an membuat waktu menjadi lebih bernilai dibandingkan dengan tidur dan membicarakan keburukan orang lain. Karena bulan Ramadan juga adalah bulan memelihara lisan.  

Masih banyak amalan yang bisa dilakukan oleh perempuan selama bulan suci Ramadan. Namun ibadah spiritual kepada Allah dan fungsi sebagai ibu harus seimbang. Beribadah terus menerus tapi lalai terhadap kewajiban sebagai pengatur keluarga tentu tidak bijaksana. Sikap tawazun dalam menyeimbangkan  ibadah dan tugas mulia sebagai seorang ibu dapat dimaknai sebagai pengabdian  yang hakiki kepada Allah ‘azza wa jalla.***

 

 

Komentar


Komentar dinonaktifkan.
Recent Posts
16 February 2022

16 February 2022


16 February 2022

14 February 2022